Posted by : Ilham 13 April 2009


Pertanyaan tentang hakekat eksistensi kemanusiaan sudah berjalan sejak manusia sadar akan keberadaan dirinya (awareness of existence). Pertanyaan ini menjadi begitu penting karena jawabannya akan memberikan arah dan tujuan berlabuh bagi siapa saja yang telah mengetahuinya.



Hidup selalu punya awal dan akhir yang akan dilalui langkah-demi langkah, setahap demi setahap, dan setapak demi setapak. Karena hidup hanya satu kali maka hidup memerlukan orientasi yang jelas dan terarah sehingga hidup tidak akan berlalu begitu saja bersama hilangnya waktu. Kesempatan hidup yang satu kali ini, tidak akan pernah terulang untuk kedua kalinya, karena itu kesempatan ini jika tidak dijalankan dengan penuh rencana maka hidup akan kehilangan arti kehadirannya.





Sebagaimana kisah kearifan, telah kita ketahui bersama dalam kehidupan ini terdapat tiga hal yang tidak akan bisa ditarik kembali setelah berlalunya, yaitu kata-kata yang telah diucakan, waktu yang telah dilewati, dan busur panah yang telah dilepaskan. Kata-kata yang telah kita ucapkan, entah itu yang baik ataupun buruk, tidak akan pernah bisa ditarik kembali. Karena itu, kita sering kali dinasehati untuk selalu menjaga mulut kita dari perkataan dan pembicaraan yang tidak ada arti. Karena kata-kata itu akan memberikan efek yang emosional pada orang lain. Begitu pentingnya menjaga pembicaraan kita, Nabi Muhammad s.a.w. telah menasehati kita untuk mengucapkan kata-kata yang baik dan arif. Jika tidak bisa sebaiknya diam saja. Anjuran ini sesungguhnya kearifan yang mendasar yang diajarkan oleh agama demi menghindari konflik kemanusiaan. Dalam kenyataan sehari-hari, sering kita temukan orang-orang yang terlibat perang mulut, perkelahian, bahkan permusuhan hanya karena dipicu oleh perkataan yang tidak arif. Ironisnya, kasus-kasus semacam ini sering nampak di sekitar kita. Menyadari kenyataan ini, kita masih saja belum mampu mengontrol ucapan kita.



Hal kedua yang tidak akan kembali adalah waktu yang kita lalui. Kita tidak akan pernah berada dalam satu waktu yang berulang. Jika kemarin kita telah duduk di sini, hari ini dan sampai kapan pun kita tidak akan merasakan duduk yang seperti kemarin pada waktu yang kemarin. Karena itu, disiplin waktu dalam ajaran Islam memiliki dasar yang sangat kuat. Perhatikan saja, misalnya, surat al-Ashr. Surat ini dimulai dengan sumpah Allah dengan menggunakan kata waktu (masa) lalu dilanjutkan dengan pernyataan bahwa semua manusia, tidak terkecuali, berada dalam situasi yang sangat merugikan. Rugi dalam segala hal, rugi dalam kesempatan, rugi dalam kesuksesan, dsb. Kerugian ini pada dasarnya akan merujuk pada disiplin waktu. Hanya orang-orang yang mempunya visi jangka panjang saja yang bisa menghindari kerugian tersebut. Sehingga dengan visi jangka panjangnya tersebut ia mampu menyusun rencana aksi untuk menggunakan waktunya dalam hal-hal yang positif baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Fakta telah membuktikan bahwa hanya orang-orang yang menghargai waktulah yang mampu meraih dan menikmati kesuksesan yang mereka perjuangkan, tidak bagi orang-orang yang membiarkan waktunya berlalu begitu saja.



Hal yang ketiga yang tidak akan pernah kembali adalah busur panah yang telah dilepaskan. Panah merupakan salah satu jenis senjata. Pada zaman dahulu, panah telah menjadi bagian dari control kekuasaan. Jika dianalogikan dengan kondisi kekinian, panah memiliki arti yang sama dengan senjata-senjata yang berkembang pada saat ini. Peluru yang sudah dilepaskan (ditembakkan) dari sepucuk pistol tidak akan bisa dimasukan kembali ke dalam pistol. Sehingga peluru yang telah dilepaskan memiliki peluang yang sangat besar untuk melukai orang lain. Oleh karena itu, baik oleh hokum adat maupun perundang-undangan, izin penggunaan senjata sangat diminimalkan pada orang-orang yang memiliki kepentingan dengan sejata tersebut sebagai alat pengontrol kondisi social masyarakat sehingga keadaan tetap aman bagi siapa pun, seperti kepolisian.



Ketiga hal di atas merupakan standar awal yang bisa dianalogikan pada berbagai hal yang memiliki kesamaan dengan tiga hal di atas. Pertanyaan selanjutnya, “Sudahkah kita menjadi orang yang arif dalam menggunakan ketiga hal di atas?” Arif menjaga perkataan kita; arif menjaga waktu dan kesempatan kita; atau arif dalam menggunakan kekuatan yang kita miliki, sehingga kehadiran kita di muka bumi ini dapat memberikan nilai manfaat bagi apapun dan siapapun yang ada di sekitar kita bukan sebaliknya menjadi masalah bagi orang lain dan lingkungan kita.

Leave a Reply

Silahkan Anda meninggalkan komentar untuk tulisan-tulisan yang ada di blog ini. Terima kasih.

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Tulisan Populer

- Copyright © Inspirator Indonesia - Metrominimalist - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -