Posted by : Ilham 10 Desember 2008

Pada suatu pagi di bulan Pebruari 2007 saya menonton siaran salah satu televisi swasta yang ketepatan pada saat itu ada kajian dari salah seorang Pendeta yang saya kurang tahu namanya (karena saya tidak melihatnya dari awal). Pendeta itu menyampaikan sebuah cerita yang membuat saya begitu terkesan dengan cerita itu. Pendeta itu bercerita begini:
Pada suatu hari seorang Ibu mengantar anaknya untuk melihat acara konser seorang Master Pianis terkemuka. Setelah memesan tiket, Ibu tersebut bersama anaknya langsung menuju tempat duduk yang tertera sesuai dengan nomor yang ada dalam tiket tersebut. Keadaan tempat berlangsungnya konser masih belum terlalu ramai karena masih banyak kursi yang kosong.
Pada saat mereka duduk, si Ibu secara tidak sengaja melihat temannya yang sudah lama tidak bertemu. Ia begitu senang dan ingin bertemu sambil ngomong-ngomong kecil. Sebelum beranjak menemui temannya, si Ibu berpesan pada anaknya : "Nak, Ibu mau menemui teman ibu yang ada di sana. Kamu jangan kemana-mana, duduk aja di sini sambil menunggu Ibu kembali."
Untuk sementara anak itu duduk dengan tenang sambil melihat-lihat keramaian dalam aula konser. Menit demi menit berjalan begitu cepat bagi si Ibu yang sendang ngomong bersama temannya. Sesekali terdengar tawa kecil dari mereka yang berbicara dengan semangat, berbeda dengan si anak yang merasa bosan ditinggal sendirian itu.
Anak itu kemudian berdiri dan berjalan menuju panggung yang masih tertutup tanpa menghiraukan keadaan di sekitarnya yang semakin ramai. Ia masuk ke dalam panggung dan melihat di tengah panggung itu terdapat sebuah Piano yang besar. Ia mendekat dan meraba piano itu, diperhatikannya piano dengan seksama sambil mengelilinginya. Sementara itu terdengar suara dari pengeras suara yang menggema ke seluruh aula konser : "Hadirin sekalian diharapkan untuk segera menempati tempat yang telah kami sediakan karena konser ini akan segera dimulai."
Terdengar suara hiruk-pikuk orang-orang yang menempati tempat duduknya masing. Tersadar dengan suara dari pengeras suara tadi si Ibu yang sedang asyik itu menoleh ke tempat duduknya dan ia tidak melihat anaknya. Buru-buru ia menuju tempat duduk dan melihat sekelilingnya, siapa tahu anaknya mungkin duduk di salah satu kursi penonton lain. Tapi ia juga tidak melihat anaknya.
Sementara ibu itu cemas melihat-lihat anaknya terdengar suara dari MC: "Hadirin sekalian, kita sambut Sang Pianis kita dengan tepuk tangan yang meriah." Pada saat itu layar panggung terbuka secar perlahan-lahan. Kemudian lampu-lampu difokuskan ke tengah panggung sehingga panggung menjadi begitu indah dengan berbagai sorotan warna lampu. Para penonton berdiri sambil bertepuk tangan. Aula konser menjadi bergemuruh oleh suara tepuk tangan tersebut.
Sementara itu si anak kecil tanpa rasa khawatir dan tidak menghiraukan suara-suara yang ramai itu lalu duduk di atas kursi dan memperhatikan dengan seksama berbagai tombol piano di depannya. Ia mulai menekan tombol-tombol itu dan mengeluarkan suara. Suara yang keluar dari piano itu adalah nada-nada dasar dari lagu “twinkle-twinkle little star”. Pada saat itu tersadarlah si ibu ternyata anaknya sedang ada di panggung dan memainkan piano sang master.
Para penonton menjadi risau, masak untuk melihat anak kecil main piano mereka harus membayar mahal. Tanpa kehilangan akal, sang Pianis lalu maju ke muka dan mendekati anak itu. Ia membisikkan pada telinga anak kecil itu : “Wahai anak kecil, jangan takut. Teruskan permainanmu.” Sang master pianis tersebut lalu duduk di samping anak kecil itu dan mulai mengiringi lagu “twinkle-twinkle little star” dengan alunan irama yang indah. Pada akhirnya permainan itu semakin lama semakin enak didengar. Para penonton mulai terdiam hanyut dalam alunan nada-nada merdu dari piano. Ruangan menjadi sunyi dan yang terdengar hanyalah alunan musik “twinkle-twinkle little star” yang sangat indah.
Setelah permainan itu selesai, penonton kembali berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah. Penonton merasa sangat puas, sementara sang anak kecil merasa bahagia karena bisa berduet dengan sang master pianis.

INSPIRASI
Anak kecil itu ibarat kita sendiri. Yang tidak pernah berhenti mencoba meski tidak tahu. Kita memang kadang seperti anak kecil yang tidak mengerti akan apa-apa lalu ingin menjadi apa-apa. Kita ingin mencoba banyak hal tanpa menghiraukan akibat dari percobaan tersebut. Kita bagai anak kecil yang begitu polos, tanpa rasa takut. Mencoba ini dan itu, tanpa pernah khawatir apakah yang kita lakukan benar atau salah. Yang ada dalam pikiran kita hanyalah rasa penasaran yang tidak pernah terpuaskan.
Piano ibarat bumi dimana kita berpijak, rumah dimana kita tinggal, masyarakat dimana kita bertetangga dan bersosialiasi. Semua itu kita jadikan objek eksperimentasi. Kita hanya mengerti sedikit nada-nada bagaimana cara mengelola bumi kehidupan kita ini, namun kita tetap percaya diri dan merasa bahwa kita telah melakukan yang terbaik. Bahkan tidak mau peduli dengan keadaan sekitar, sebab yang terpenting adalah penasaranku yang terjawab. Tapi, memang sang master pianis tersebut tidak kehabisan akal, bahkan ia menemani si anak kecil bermain. Awalnya permainan yang kacau balau, tetapi kemudian menjadi indah manakala sang ahli menuntunnya. Anggap saja sang pianis itu adalah keluarga kita, sahabat kita, guru-guru kita, yang lebih dahulu mengerti tentang bagaimana cara melakukan ini dan itu. Orang-orang ini tidak pernah bosan untuk mengajarkan kita, meluruskan laju kehidupan kita yang mungkin mulai keluar dari jalan utama. Pelajaran itu membuat kita merasa bahwa kita sedang tidak diajari, bahwa kita tidak terpaksa untuk belajar, akan tetapi pelajaran itu mengalir begitu saja mengisi bagian kehidupan kita, sehingga kita memahami bagaimana cara yang seharusnya untuk dilakukan. Adakah kita telah berterima kasih kepada mereka? Jika belum kirimkanlah mereka sms singkat yang menyatakan rasa terima kasih dan penghormatan kita terhadap apa yang telah mereka lakukan terhadap kita. Bagaimana pun seorang master tidak terlahir begitu saja. Sang master tentu saja merupakan hasil didikan dari master pula...
Ada banyak ketidakpasan yang kita lakukan dalam kehidupan kita, anggap saja ketidakpasan itu sebagai kegagalan. Tetapi ketidakpasan atau kegagalan bukan berarti bahwa kita bodoh sehingga kita gagal atau tidak pas melakukannya. Tetapi kegagalan dan ketidakpasan adalah akumulasi atas belum utuhnya pemahaman kita atas apa yang kita lakukan. Si anak kecil tidak paham konsekuensi dari apa yang ia lakukan. Ia hanya mengikuti naluri rasa ingin tahunya. Lalu apakah itu salah? Tentu saja tidak. Justru orang yang telah melakukan dan ia gagal atau belum pas, sesungguhnya ia telah belajar satu setingkat lebih tinggi dari pelajaran sebelumnya. Lalu siapa yang bisa mengarahkan kegagalan tersebut? Adalah sang master. Jika seseorang ingin menjadi yang terbaik, maka ia harus berguru pada yang terbaik, mengetahui cara belajar yang terbaik, membaca buku-buku yang terbaik, berdikusi dengan teman-teman yang terbaik. Hasil akumulasi dari terbaik akan menghasilkan yang terbaik pula.
Sang Master tidak memarahi anak tersebut atas tindakannya naik ke atas panggung, justru sebaliknya sang master mensupport anak tersebut untuk terus melakukannya. Memang seperti itulah yang seharusnya. Jika ini kita kembalikan ke dalam diri kita masing-masing, maka kita harus sadar bahwa kesalahan yang kita lakukan tidak selamanya harus dihukumi sebagai kesalahan. Sekarang kita mencoba melihatnya dari sisi yang lain, bahwa kesalahan tersebut adalah percobaan untuk melakukan yang terbaik sehingga kita mendapatkan hasil yang terbaik. Tetapi memang tidak semua belum berjalan sesuai dengan rencana, sehingga kita perlu bertanya dan berdiskusi lagi.
Sebagai penutup, saya ingin mengutip pendapat dari salah seorang teman kita Linda Cindae (Dapat dicari dalam FaceBook-nya): "kegagalan harus menjadikan kita lebih dewasa dan matang. kegagalan harus menjadikan kita lebih memiliki peta terhadap kekurangan dan kelebihan kita masing-masing, kegagalan harus lebih mendekatkan diri kita pada Allah swt, Sang Master Sejati".


Salam Rruarr Biasa
Go Indonesia Go Excellence!

Leave a Reply

Silahkan Anda meninggalkan komentar untuk tulisan-tulisan yang ada di blog ini. Terima kasih.

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Tulisan Populer

- Copyright © Inspirator Indonesia - Metrominimalist - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -