Mengapa Kita Harus Selaku Perbaiki diri agar Lebih Baik: Mari Belajar dari Mooryati Soedibyo, Dian Sastro, dan Metakognisi Susi Pudjiastuti
Apa yang membedakan kita dengna orang-orang hebat? Mereka selalu punya alasan untuk belajar. Belajar memahami diri mereka sendiri. Belajar memahami perubahan. Belajar memahami pentingnya belajar. Belajar memahami mengapa harus melakukan sesuatu. Atas dasar pengetahuan itulah lalu mereka bergerak melakukan sesuatu yg tidak akan dilakukan oleh orang-orang biasa.
Belajar dari ketiga tokoh berikut akan membuat kita mengerti, mengapa belajar tidak akan pernah berhenti kecuali Anda sudah kehilangan harapan untuk berubah. Berikut hari saya belajar dari para sahabatnya Prof Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali).
Tulisan berikut merupakan posting yg saya terima dari grup WA sy, dan saya posting ulang sebagai media pembelajaran buat siapa saja yang siap untuk terinspirasi.
Prof. Rhenald Kasali
10 November 2014
KOMPAS.com — Saya kebetulan mentor bagi dua orang ini: Dian Sastro dan Mooryati Soedibyo. Akan tetapi, pada Susi Pudjiastuti yang kini menjadi menteri, saya justru belajar.
Ketiganya perempuan hebat, tetapi selalu diuji oleh sebagian kecil orang yang mengaku pandai. Entah ini stereotyping, atau soal buruknya metakognisi bangsa. Saya kurang tahu persis.
Mooryati Soedibyo
Sewaktu diterima di program doktoral UI yang pernah saya pimpin, usianya saat itu sudah 75 tahun. Namun, berbeda dengan mahasiswa lain yang datang pakai jins, dia selalu berkebaya. Anda tentu tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk berkebaya, bukan?
Akan tetapi, ia memiliki hal yang tak dimiliki orang lain: self discipline. Sampai hari ini, dia adalah satu-satunya mahasiswa saya yang tak pernah absen barang sehari pun. Padahal, saat itu ia salah satu pimpinan MPR.
Memang ia tampak sedikit kewalahan "bersaing" dengan rekan kuliahnya yang jauh lebih muda. Akan tetapi, rekan-rekan kuliahnya mengakui, kemajuannya cepat. Dari bahasa jamu ke bahasa strategic management dan science yang banyak aturannya.
Teman-teman belajarnya bersaksi: "Pukul 08.00 malam, kami yang memimpin diskusi. Tetapi pukul 24.00, yang muda mulaingantuk, Ibu Moor yang memimpin. Dia selalu mengingatkan tugas harus selesai, dan tak boleh asal jadi."
Masalahnya, ia pemilik perusahaan besar, dan usianya sudah lanjut. Ada stereotypingdalam kepala sebagian orang. Sosok seperti ini jarang ada yang mau kuliah sungguhan untuk meraih ilmu. Nyatanya, kalangan berduit lebih senang meraih gelar doktor HC (honoris causa) yang jalurnya cukup ringan.
Akan tetapi, Mooryati tak memilih jalur itu. Ia ingin melatih kesehatan otaknya, mengambil risiko dan lulus 4 tahun kemudian. Hasil penelitiannya menarik perhatian Richard D’aveni (Tuck School-USA), satu dari 50 guru strategi teratas dunia. Belakangan, ia juga sering diminta memaparkan kajian risetnya di Amerika Serikat, Belanda, dan Jerman.
Meski diuji di bawah guru besar terkemuka Prof Dorodjatun Kuntjoro Jakti, kadang saya masih mendengar ucapan-ucapan miring dari orang-orang yang biasa menggunakan kacamata buram dan lidahnya pahit. Ada saja orang yang mengatakan ia "diluluskan" dengan bantuan, "sekolahnya hanya dua tahun", dan seterusnya. Anehnya, kabar itu justru beredar di kalangan perempuan yang tak mau tahu keteladanan yang ia tunjukkan. Kadang ada juga yang merasa lebih tahu dari apa yang sebenarnya terjadi.
Akan tetapi, ada satu hal yang sulit mereka sangkal. Perempuan yang meraih doktor pada usia 79 tahun ini berhasil mewujudkan usahanya menjadi besar tanpa fasilitas. Perusahaannya juga go public. Padahal, yang menjadi dosennya saja belum tentu bisa melakukan hal itu, bahkan membuat publikasi ilmiah internasional saja tidak. Namun, Bu Moor juga berhasil mengangkat reputasi jamu di pentas dunia.
Dian Sastro
Dia juga mahasiswi saya yang keren. Sewaktu diterima di program S-2 UI, banyak juga yang bertanya: apa benar artis mau bersusah payah belajar lagi di UI?
Anak-anak saya di UI tahu persis bahwa saya memang cenderung bersahabat, tetapi mereka juga tahu sikap saya: "no bargain on process and quality".
Dian, sudah artis, dan sedang hamil pula saat mulai kuliah. Urusannya banyak: keluarga, film, dan seabrek tugas. Namun lagi-lagi, satu hal ini jarang dimiliki yang lain: self discipline. Ia tak pernah abai menjalankan tugas.
Sebulan yang lalu, setelah lulus dengan cum laude dari MM UI, ia berbagi pengalaman hidupnya di program S-1 pada kelas yang saya asuh.
"Saat ayah saya meninggal dunia, ibu saya berujar: kamu bukan anak orang kaya. Ibu tak bisa menyekolahkan kalau kamu tidakoutstanding," ujarnya.
Ia pun melakukan riset terhadap putri-putri terkenal. Di situ ia melihat nama-nama besar yang tak lahir dari kemudahan. "Saya tidak cantik, dan tak punya apa-apa," ujarnya.
Dengan uang sumbangan dari para pelayat ayahnya, ia belajar di sebuah sekolah kepribadian. Setiap pagi, ia juga melatih disiplin, jogging berkilo-kilometer dari Jatinegara hingga ke Cawang, ikut seni bela diri. "Mungkin kalian tak percaya karena tak pernah menjalaninya," ujarnya.
Itulah mental kejuangan, yang kini disebut ekonom James Heckman sebagai kemampuan nonkognisi. Dian lulus cum laude dari S-2 UI, dari ilmu keuangan pula, yang sarat matematikanya. Padahal, bidang studi S-1 Dian amat berjauhan: filsafat.
Metakognisi Susi
Sekarang kita bahas menteri kelautan dan perikanan yang ramai diolok-olok karena "sekolahnya". Beruntung, banyak juga yang membelanya.
Khusus terhadap Susi, saya bukanlah mentornya. Ia terlalu hebat. Ia justru sering saya undang memberi kuliah. Dia adalah "self driver" sejati, yang bukan putus sekolah, melainkan berhenti secara sadar. Sampai di sini, saya ingin mengajak Anda merenung, adakah di antara kita yang punya kesadaran dan keberanian sekuat itu?
Akan tetapi, berbeda dengan kebanyakan orangtua yang membiarkan anaknya menjadi "passenger", ayah Susi justru marah besar. Pada usia muda, di pesisir selatan yang terik, Susi memaksa hidup mandiri. Ditemani sopir, ia menyewa truk dari Pangandaran, membawa ikan dan udang, dilelang di Jakarta. Hal itu dijalaninya selama bertahun-tahun, seorang diri.
Saat saya mengirim mahasiswa pergi "melihat pasar" ke luar negeri yang terdiri dari tiga orang untuk satu negara, Susi membujuk saya agar cukup satu orang satu negara. Saya menurutinya (kisah mereka bisa dibaca dalam buku 30 Paspor di Kelas Sang Profesor).
Dari usaha perikanannya itu, ia jadi mengerti penderitaan yang dialami nelayan. Ia juga belajar seluk-beluk logistik ikan, menjadi pengekspor, sampai terbentuk keinginan memiliki pesawat agar ikan tangkapan nelayan bisa diekspor dalam bentuk hidup, yang nilainya lebih tinggi. Dari ikan, jadilah bisnis carter pesawat, yang di bawahnya ada tempat penyimpanan untuk membawa ikan segar.
Dari Susi, kita bisa belajar bahwa kehidupan tak bisa hanya dibangun dari hal-hal kognitif semata yang hanya bisa didapat dari bangku sekolah. Kita memang membutuhkan matematika dan fisika untuk memecahkan rahasia alam. Kita juga butuh ilmu-ilmu baru yang basisnya adalah kognisi. Akan tetapi, tanpa kemampuan nonkognisi, semua sia-sia.
Ilmu nonkognisi itu belakangan naik kelas, menjadi metakognisi: faktor pembentuk yang paling penting di balik lahirnya ilmuwan-ilmuwan besar, wirausaha kelas dunia, dan praktisi-praktisi andal. Kemampuan bergerak, berinisiatif, self discipline, menahan diri, fokus, respek, berhubungan baik dengan orang lain, tahu membedakan kebenaran dengan pembenaran, mampu membuka dan mencari "pintu" adalah fondasi penting bagi pembaharuan, dan kehidupan yang produktif.
Manusia itu belajar untuk membuat diri dan bangsanya tangguh, bijak mengatasi masalah, mampu mengambil keputusan, bisa membuat kehidupan lebih produktif dan penuh kedamaian. Kalau cuma bisa membuat keonaran dan adu pandai saja, kita belum tuntas mengurai persepsi, baru sekadar mampu mendengar, tetapi belum bisa menguji kebenaran dengan bijak dan mengembangkannya ke dalam tindakan yang produktif.
Ketiga orang itu mungkin tak sehebat Anda yang senang melihat kecerdasan orang dari pendekatan kognitif yang bermuara pada angka, teori, ijazah, dan stereotyping. Akan tetapi, saya harus mengatakan, studi-studi terbaru menemukan, ketidakmampuan meredam rasa tidak suka atau kecemburuan pada orang lain, kegemaran menyebarkan fitnah dan rasa benar sendiri, hanya akan menghasilkan kesombongan diri.
Anak-anak kita pada akhirnya belajar dari kita, dan apa yang kita ucapkan dalam kesaharian kita juga akan membentuk mereka, dan masa depan mereka.
Jangan Menyerah Perjuangan ini Memang Tidak Mudah
Kemarin sore, saya mendapat pesan broadcast yang cukup menggugah di sebuah jaringan sosial. Sy pikir, mungkin pesan ini perlu saya teruskan ke teman2 saya yang lain. Semoga tulisan singkat berikut menggugah kita semua.
Tahukah anda, mengapa anak kecil tertawa ketika anda lempar/ayunkan ke atas?
Karena ia tahu bawa anda pasti akan menangkapnya dan tidak akan membiarkannya jatuh !
Itulah keyakinan !!
Begitu pula keyakinanku kepada Allah!!
Walaupun keadaan buruk "melemparku"..
Aku yakin kasih sayang Allah pasti akan
"menangkapku" sebelum aku terjatuh.
Andai perjuangan ini mudah, pasti
ramai yang menyertainya.
Andai perjuangan ini singkat, pasti ramai yang istiqomah.
Andai perjuangan ini menjanjikan kesenangan dunia, pasti ramai orang yang tertarik padanya.
tetapi hakikat perjuangan bukanlah begitu, turun naiknya, sakit pedihnya, umpama kemanisan yang tidak terhingga.
Andai rebah, bangkitlah semula. Andai
terluka, ingatlah Janji-Nya"
5 Hal Utama yang Harus Dilakukan untuk Menjadi Diri Sendiri
1. Anda ingin disebut dengan cara bagaimana jika telah meninggal nantinya
2. Pikirkanlah 3 cara yang paling penting untuk mewujudkan keinginan Anda di nomor satu
3. Evaluasilah pencapaian sekarang ini, apakah sudah sesuai dengan yang anda lakukan di nomor 2
4. Tentukan hal-hal penting yg harus Anda ubah agar memudahkan Anda melakukan hal yang dinomor 3
5. Buatlah jadwal periodik yang Anda komitmen untuk melakukan perubahan pada nomor 4
Kisah Kesabaran Pohon
Puisi Buah Kesabaran
tapi bila bersabar, kesabaran akan memberi yang terbaik dalam kehidupan
Tapi diberiNya kaktus berduri dan jelek….
Aku minta kupu-kupu,
diberiNya ulat jelek dan berbulu…..
Aku kecewa dan marah pada Tuhan… dan tidak peduli lagi dengan Tuhan dan permintaanku…
kaktus itu berbunga indah sekali….
dan ulat itu menjadi kupu-kupu yang begitu indah dan cantik..
Itulah janji Tuhan, selalu indah pada waktunya,,,
bersyukurlah selalu untuk semua hal yang kita terima dalam hidup ini.
Ketika teman melakukan kesalahan yang yang tidak bisa kita lupakan maka bersabarlah, karena siapa tahu Tuhan menitipkan sesuatu yang indah dalam kesalahan itu……
Balon-balon Kerinduan
Sudut Pandang Sangat Menentukan Sikap Kita
Jika melihat penjelasan dalm buku Why Winners Win, cerita ini berbicara tentang sikap seseorang dalm melihat apa yang mereka miliki dan ketidakpuasan terhadap kepemilikan mereka. Namun saya akan melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.
Rumput tetangga lebih hijau dari pada rumput kita sendiri. Ini adalah statemen klasik tentang rasa tidak terima kasih kita atas semua yang kita miliki. Kita selalu merasa apa yang kita miliki belum cukup dan selalu kurang. Milik kita tidak lebih baik dibandingkan dengan milik orang lain. Akibatnya kita menjadi serakah dan berharap memiliki banyak hal, padahal itu tidak mungkin.
Saya bertanya, adakah cara agar kita mencintai dan mensyukuri apa yang kita miliki? Saya teringat pernyataan "kita akan merasa betapa berharganya sesuatu ketika kita kehilangannya." Coba lakukan hal ini:
Jika Anda memiliki sesuatu yang tidak terlalu Anda sukai karena penampilanya, atau hal lain yang membuat Anda tidak suka dengan sesuatu tersebut, bayangkan Anda akan menjual barang tersebut, dan Anda membuat iklan yang menarik dari sesuatu itu. Bayangkan keuntungan apa yang akan diperoleh pembeli dengan membeli yang Anda jual. Berikan ungkapan-ungkapan yang dapat menunjukkan kelebihan dan peluang-peluang dengan memiliki sesuatu yang Anda jual tersebut. Buatlah pernyataan jual yang dapat menggerakkan orang untuk membelinya dan mereka akan puas dengan sesuatu yang Anda jual.Setelah itu, lihatlah dan bacalah baik-baik kalimat penjualan yang telah Anda buat. Jangan-jangan apa yang kita cari dan kita inginkan ada pada apa yang kita miliki sekarang. Kita sering melihat kekurangannya, dan melupakan potensi dan peluang dari yang kita miliki. Mulai sekarang, ubahlah cara melihat Anda, ganti sudut pandannya, lihatlah dengan perspektif terbalik, dan berikanlah pertanyaan "bagaimana jika......?"
Pupuklah sikap dengan mengawalinya dengan sudut pandang yang berbeda.
Miliki Etika dan Integritas Engkau Akan Memiliki Dunia
Memiliki etika itu berarti menghormati hak-hak orang lain, kepentingan orang lain, kebutuhan orang lain, tanpa bermaksud untuk mendholimi hak-hak pribadi. Hanya saja kita dituntut untuk menempatkan diri secara tepat pada situasi dan kondisi yang sebaiknya.
Etika juga dapat berarti menghormati ketidaktahuan orang lain dan menghargai keahlian orang lain. Orang yang etis tidak akan menertawakan kebodohan atau ketidaktahuan orang lain. Di sisi lain juga tidak merasa benar sendiri sehingga tidak mengakui pengetahuan dan keahlian orang lain. Jika ia mengetahuinya, ia akan secara jujur mengatakan apa yang diketahinya. Begitu juga sebaliknya jika ia tidak tahu, tanpa merasa malu ia akan mengakui bahwa ia belum tahu atau belum belajar, sembari meminta untuk diajarkan.
Apa hubungan antara etika dan integritas? Melihat kejujuran orang-orang yang memiliki etika, sudahlah pasti integritas akan mengikuti orang-orang yang demikian. Integritas berarti menyamakan antara apa yang ia pikirkan dengan tindakannya. Integritas juga berarti menyatukan antara perkataan dan perbuatan. Sementara fenomena yang kita lihat, banyak di antara kita yang tidak cocok antara perkataan dan perbuatannya.
Dengan perkataan, kita dapat membingkainya dengan ucapan-ucapan atau ungkapan-ungkapan yang dapat memukau orang, tetapi perbuatan tidak akan mudah kita kamuflasekan dengan penampilan. Perbuatan seringkali memiliki makna tersendiri yang lebih dalam dibandingkan dengan apa yang kita katakan. Orang seringkali melihat apa yang kita lakukan tanpa mendengarkan apa yang kita ucapkan.
Memang tidak mudah memiliki kedua hal itu, tetapi tidak ada salah dan terlmbatnya jika kita mulai melatihnya sejak saat ini dari hal-hal kecil yang kita lakukan. Mari kita belajar untuk meng-etika-kan diri sendiri, sebelum meminta orang lain menghormati kita. Mari kita juga mulai belajar mengatakan apa yang akan kita lakukan dan hanya melakukan apa yang kita katakan.
Jika ingin mengatakan sesuatu katakanlah hal yang baik, dan jika ingin berbuat sesuatu yang baik berbuatlah lebih dari apa yang diharapkan orang lain.
Ingin Sukses, Be Initiative
Success comes from taking the initiative and following up... persisting... eloquently expressing the depth of your love. What simple action could you take today to produce a new momentum toward success in your life? - Anthony Robbins
Just Do the Better....Lakukan yang Lebih Baik
Ingatlah bahwa, sesuatu yang dilakukan dengan cara yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda. Jika Ada orang yang menginginkan hasil yang berbeda tetapi tindakannya tidak berbeda. Orang iu disebut sebagai idiosi jenis baru.